Minggu, 30 Maret 2014

Ayo, Berkenalan dengan SOP



        Para pembaca sekalian tentu tidak asing dengan istilah SOP, terutama bagi kalangan yang berkecimpung dengan kegiatan gugus kendali mutu (quality control). Bagi kelompok ini, SOP seolah-olah merupakan kata/frase “sakti” yang tidak perlu dipertanyakan lagi kehandalannya.  SOP atau Standard Operating Procedure merupakan suatu pedoman bagi pelaksana suatu kegiatan, yang memuat sekumpulan instruksi yang sudah terstandarisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
           Namun postingan kali ini, kita tidak akan membahas SOP yang di atas, bukan juga membahas tentang SOP (soup) – sejenis makanan yang kualitas rasanya tidak lagi perlu dipertanyakan, hehehe :). Dalam kesempatan ini kita akan mencoba membahas dan mendalami SOP dalam bentuk lain. SOP yang kita bahas kali ini adalah SOP yang berkaitan dengan perjuangan untuk mendapatkan beasiwa yang ditawarkan oleh pemerintah Amerika atau lebih dikenal dengan nama Fulbright scholarship.  
Kawan tentu sudah sangat familiar dengan Fulbright scholarship – salah satu beasiswa paling bergengsi di dunia. Sebagai salah satu beasiswa prestisius dan kompetitif, Fulbright scholarship mewajibkan banyak persyaratan yang harus dipenuhi apabila kita ingin mendapatkannya. Nah, salah satu persyaratan yang paling menentukan itu adalah SOP (konon katanya ini menjadi core penilaian para juri)
SOP (statement of purposes) merupakan suatu pernyataan tertulis yang memuat tentang latar belakang sekaligus proyeksi hidup di kemudian hari. SOP atau ada juga yang mengistilahkannya dengan motivation letter atau personal statement merupakan gambaran umum tentang profil kita, rencana kita, background yang mendasari pilihan kita, serta mimpi-mimpi kita. Singkatnya, SOP bisa kita anggap sebagai  sebuah proposal kehidupan (life proposal).  
          Namun membuat SOP tidaklah semudah dibayangkan, apalagi untuk membuat SOP yang bernilai jual tinggi yang mampu menarik minat pembacanya (dalam hal ini para juri/panelis pemberi beasiswa). Sebuah SOP yang berkualitas akan mampu menyampaikan point of differentiation (faktor pembeda) antara pelamar satu dengan yang lainnya. Faktanya ada ribuan aplikasi yang hadir ke dalam meja panelis, dengan kondisi seperti itu, bagaimanakah cara kita membedakan diri dari ribuan pelamar yang lain? Jawabnya hanya satu : SOP yang bernilai jual tinggi!
Karena SOP menyangkut proposal hidup, maka untuk menciptakan SOP yang berkualitas kita terlebih dahulu membuat hidup kita berkualitas. Kualitas yang dimaksud disini adalah hidup yang kaya akan pengalaman yang relevan untuk tujuan hidupnya dimasa akan datang. Sebagai ilustrasi seseorang anak pantai yang setiap harinya “berkubang” di laut dan ingin kuliah di program perikanan dan kelautan tentu saja akan memiliki cita rasa yang lebih kuat dan berbeda dibandingkan dengan anak perkotaan apabila ia mendaftarkan diri pada program yang sama (perikanan dan kelautan).
Selain hidup yang berkualitas tersebut, cara kita mengemas/menuliskan hidup yang berkualitas itu juga sangat menentukan. Dalam bahasa sederhana, kita tidak bisa dianggap cerdas kalau kita belum menunjukkan kepada orang kalau kita ini cerdas, dan cara kita menunjukkan kecerdasan itu, harus dengan cara yang cerdas pula sehingga orang menjadi yakin bahwa kita memang cerdas dengan cara yang cerdas pula (To work smarter, not harder). Singkatnya kemampuan kita mengemas kualitas hidup menjadi sebuah SOP  yang bernilai jual tinggi akan membawa kita pada keberhasilan untuk membuat SOP yang berkualitas. Penjelasan mengenai membuat SOP yang berkualitas mungkin akan dibahas lebih detail pada postingan berikutnya, namun sebagai penutup, saya ingin membagikan salah satu SOP yang pernah saya buat ketika hendak melamar salah satu beasiswa. Selamat membaca dan mencoba :)


STUDY OBJECTIVE

My journey to pursue M.A. program started on Sunday afternoon. When I was sitting on the dike facing the Indian ocean, a thought  by Carl Bark (1901-2000) crossed my mind: “Work smarter, not harder”. That might have been the key thought for my whole day trying to solve the current  problem of my hometown, Kutablang. Kutablang is a rural town in Aceh Province of Indonesia. Geographically, it lies on a farming area and borders the Indian ocean, so most of its inhabitants work as traditional farmers and sailors. Even though the town lies on farming land and borders the ocean providing an enormous advantage of natural resources for its residents, the occupants still live in poverty. They still depend on food supplied from other provinces especially from Medan, North Sumatera. I can still remember how frustrated the people were because the price of basic needs increased sharply due to the supply route linking Kutablang to Medan being discontinued. Thus goods from Medan no longer came to our town. I often thought, “How ironic and confusing that a farming village can be without food?” I thought about it for long time, until I was reminded of Bark’s quote: “Work smarter, not harder”. How do we educate people to use resources  positively and efficiently. 
Having been enlightened, how could I enlighten others? What could I do first? Nelson Mandela said “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”. Based on this thought, I decided to continue my studies  in Industrial Engineering at University of North Sumatera. It was a good choice, there I was introduced to new conceptual thinking called integrated system thinking. This type of thinking might be a solution for the problem in my hometown and I devoted myself to becoming the agent of change.
In industrial engineering I was taught about economics, the manufacturing process, production systems, industrial engineering and design, production planning and control, layout and material handling, operation research,etc. In operation research I learned how to manage resources using supply chains and transportation solution. I thought about whether or not it could possibly be applied in my hometown, Aceh Province. As we know that Aceh has a potential port called Sabang port, but it is not used in optimum way.
During my study in industrial engineering, I involved myself in some extracurricular activities to build and strengthen my personality. Therefore, I joined the Islamic Student Association (HMI) and I was trusted to be the head of the research and development department. In addition to learning how to professionally network, there I learned how to interact in the community, how to convey and convince others of my ideas, how to build teamwork, leadership, communication and management skills. I also dedicated myself as an assistant to the laboratory of statistics and measurements. There I had a responsibility to teach a group of undergraduate about statistics. This helped me gain a deeper understanding of applying statistics in the laboratory as well as leading other students  in their understanding of statistics. I also was given the opportunity to represent my university through a national business competition held by The Company of Danone Group. Here  I was able to acquire real insight into today’s biggest commercial issues and gain a deeper understanding of business philosophy. The final year of my study I was selected to join CoOP program organized by PT. Telkom Indonesia. This is a three month internship program where I was placed at Community Development Center (CDC). In this program I obtained an valuable experience which I may not have in otherwise. At CDC I was involved in organizing local Small and Medium Enterprises (SMEs) to strengthen their business through financing, facilitating entrepreneurship training, marketing expansion, basic accounting and budgeting. I also helped them with the online marketing of their products. At the end of this program I was awarded the tittle “Best Participant in regional Sumatera” and I was given the opportunity to extend the program for another year in PT Telkom Indonesia. I was very fortunate to have all of these valuable experiences. I learned many powerful tools to build sustainable development in an economy as well as to apply them to the community. Through these experiences, I was looking forward to adopting this system and applying it to my hometown, with the aim of reducing poverty and strengthening the community’s prosperity.
I know that all of my valuable experience, skills, competencies, and education brought me closer to solving the main problem in my hometown. However, I do realize my undergraduate degree does not help as much as  a postgraduate degree would, and I’m still weak in research, not having great amount of experience in building and analizing systems and concepts. Therefore, I want to combat these weaknesses by continuing my education specializing in management and optimization of supply chains and transportation. 
My long-term career goal is to teach at university level and conduct research  related to my study with the aim of optimizing all of the resources surrounding my area. I hope it will bring advantages and improvement for my home province. I do hope that my desire to be an agent of change will bring favorable consideration to the committee  to grant myself as a Fulbright Scholarship Awardee.


Minggu, 23 Maret 2014

Finding the Light in the Dark


           Alam semesta didesain dalam bentuk berpasang-pasangan. Diciptakannya siang dengan dilengkapi malam, ada langit juga ada bumi, laki-laki dan perempuan, tua-muda, laut-gunung, ada bagian atas juga bagian bawah dan yang lainnya. Begitu pula dengan perasaan, juga diciptakan berpasangan. Perasaan sedih dan senang yang selalu muncul bergantian, keadaan lapang dan sempit yang datang silih berganti, bahagia dan duka, mudah dan susah juga dipergilirkan dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian juga halnya yang kita rasakan dalam kehidupan. Pasti kita akan mengalami hal-hal yang bersifat bertolak belakang antara keduanya. Kehidupan yang pasang surut, naik turun, susah senang, bahagia duka, lapang sempit, yang semuanya itu menjadi siklus yang dipergilirkan kedatangannya. Seperti kata peapatah “hidup bagaikan roda pedati” . Suatu ketika satu sisinya akan berada di puncak (kejayaan) dan ada saatnya pula sisi itu akan berada pada titik terendah (kehinaan).
Kehidupan yang naik turun atau pasang surut itu merupakan bukti bahwa kita memang masih hidup. Hidup merupakan suatu proses yang bergerak atau sifatnya masih berubah-ubah , dinamis /fluktuatif, sementara lawan katanya adalah mati. Mati tidak lagi merupakan suatu proses, karena pada keadaan itu semuanya telah berada pada keadaan steady state (statis). Contoh paling sederhana adalah pembacaan parameter pada layar monitor EKG, jika garis pada monitor tersebut naik turun menandakan masih ada kehidupan, sementara apabila garisnya lurus saja berarti tidak ada lagi kehidupan.
Jadi, adalah sangat wajar jika dalam menjalani ini hidup ini kita akan menghadapi berbagai persoalan baik senang maupun susah, baik berupa kesenangan, rahmat dan kenikmatan, maupun dalam bentuk ujian, cobaan dan kesengsaraan, karena itulah sebenarnya hidup. Ujian atau cobaan itu bisa saja mengambil berbagai bentuk, dapat berupa musibah atau ujian kesabaran.
Salah satu ujian kesabaran yang paling sering kita alami adalah adanya perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita inginkan (expectacy) dengan kenyataan yang dihadapi (reality). Ketika kita sangat menginginkan sesuatu berjalan seperti yang direncanakan, namun yang terjadi sangat bertentangan seperti yang diharapkan. Pada titik itulah kita diuji kesabarannya, apakah kita merupakan orang yang sabar yang tidak mudah menyerah dan terus memperjuangkan sampai dia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya atau lebih memilih menjadi orang yang putus asa dan memilih berhenti untuk memperjuangkannya.
Terkait dengan hasil sebuah perjuangan, kita tidak pernah bisa menjamin bahwa apa yang kita perjuangkan akan bekerja sesuai dengan pengharapan. Hal yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana kita mengerahkan usaha terbaik untuk menggapai impian atau pengharapan tersebut. Mudah-mudahan apa yang kita keluarkan akan mendapatkan hasil sesuai dengan yang kita usahakan. Selalu evaluasi setiap proses perjuangan, mulai dari niat, metode, keseriusan dan komitmen untuk mencapai hasil terbaik.
Namun apabila hasil yang diterima tidak optimal, meskipun usaha dan perjuangan yang dilakukan sudah maksimal. Maka ada beberapa hal yang perlu kita pahami dengan baik. Pertama jadikan itu sebagai bahan evaluasi dan proyeksi untuk menjadi lebih baik. Kedua selalu ingat, bahwa ini merupakan ujian kesabaran dan keseriusan apakah kita memang layak untuk memperjuangkan dan mendapatkan itu. Ingat, bahwa Allah SWT tidak pernah mengabulkan do’a seorang pelaut yang tangguh dengan memberikannya kapal yang besar dan kokoh, ombak yang tenang serta angin yang bersahabat, tetapi Allah malah menjawabnya dengan memberikan pelaut tangguh itu ombak dan gelombang yang ganas, badai yang dahsyat serta samudera yang tidak bersahabat. Ketiga selalu percaya bahwa, sesuatu yang lebih sedang dipersiapkan  untuk kita, maka untuk itu teruslah berusaha dan berjuang.
 Bagi kamu yang masih belum mendapatkan hasil terbaik, janganlah berhenti. Teruslah berjuang dan memperbaiki diri. Mungkin ini belumlah saatnya, apa yang kamu pintakan belum dipenuhi-Nya, apa yang kamu doakan belum diijabah oleh-Nya, apa yang kamu rencanakan belum direstui dan diridhoi oleh-Nya. Ambillah cermin, Mungkin ada bagian diri yang harus dibersihkan, mungkin ada dosa yang belum dimintakan maaf dan tobat, mungkin ada kedzaliman dan kebohongan dalam mengejar cita-cita dan harapan. Insya Allah masih ada kesempatan, jika waktunya telah tiba, tunggu undangan-Nya dengan senyum keikhlasan. Janganlah menyerah dengan keadaan, sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Boleh jadi ada "skenario indah kehidupan" sedang direncanakan sang penguasa alam. "Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS.2 : 216)
Selamat berjuang !

Jumat, 14 Maret 2014

Kuliah di Melbourne University? Inilah saatnya!

         Apa yang anda bayangkan ketika membaca atau mendengar kata Melbourne? Nyaman, aman, bersih, indah, romantis, modern, elit, teratur, dan berbagai kata lainnya yang berasosiasi dengan kedamaian. Melbourne merupakan ibu kota negara bagian Victoria serta merupakan kota terbesar kedua di Australia setelah Sydney. Kota Melbourne saat ini masih tercatat sebagai “The most liveable cities in the world” versi The Economist Inteligence Unit (EIU).
            Bagi anda yang gila olahraga, beruntunglah karena Melbourne merupakan rumah bagi penyelenggaran event olahraga bergengsi setiap tahunnya. Sebut saja Australia Terbuka (Tenis), GP Australia (F1 dan MotoGP), Melbourne Cup (kejuaraan pacuan kuda handicap paling bergengsi di dunia) mengambil kota Melbourne sebagai tempat penyelenggaraanya. Bahkan sebelumnya, Melbourne menjadi tempat penyelenggaran olimpiade pada tahun 1956.
            Para pelancong tentu sudah tahu keanggunan dan keelokan kota Melbourne. Melbourne menjadi salah satu tujuan wisata favorit dunia karena memiliki banyak objek wisata yang terkenal seperti Melbourne Cricket Ground (MCG), Albert Park, Rialto Towers, Eureka Tower, Federation Square, Flinders Street Station, Victoria Parliament Building, Casino Crown, Melbourne Aquarium, dll. Ditambah dengan kondisi kota yang teratur, bersih dan nyaman, maka tidaklah mengherankan Melbourne menjadi  impian para wisatawan.
Di sektor pendidikan Melbourne juga tidak ketinggalan, bersama Paris, London dan Boston tergabung kedalam kelompok kota tujuan belajar para pelajar elit di dunia. Berdasarkan peringkat yang dirilis oleh The Times Higher Education (THE), salah satu universitas terkenal di Melbourne yaitu Melbourne University termasuk dalam kelompok top 100 universities di tahun 2014, sekaligus masih merupakan yang terbaik di negara Australia.
Dengan segala kelebihan dan keunggulan tersebut, praktis Melbourne menjadi impian dan idaman setiap orang. Kota yang jauh dari kata cela. Perencanaan kota yang sophisticated, suasana yang aman dan menyenangkan, objek wisata yang memadai, merupakan tuan rumah dari berbagai event bergengsi, unggul dalam bidang pendidikan serta menyandang predikat sebagai “the most liveable city   maka siapa yang berani menolak kesempatan untuk tinggal dan belajar di kota ini.
 Bersandar pada paparan di atas, apa yang akan anda lakukan seandainya diberikan kesempatan untuk memilih tinggal dan belajar di salah satu kota di Australia. Katakanlah,  anda baru saja memenangkan beasiswa dari pemerintah Australia yang memungkinkan anda untuk memilih belajar di kota dan universitas manapun. Tentu saja tanpa anda harus mengeluarkan uang sepeserpun dari kantong pribadi, karena pemberi beasiswa telah menjamin untuk membiayai segala kebutuhan semasa studi. Apakah anda akan memilih Melbourne sebagai kota tujuan anda, kemudian mendaftarkan diri di Melbourne University sebagai institusi pilihan anda?
Well, semuanya sangat bergantung kepada anda. Sebagaimana tulisan saya sebelumnya, bahwa hidup ini adalah tentang pilihan. Tidak ada pilihan yang salah, yang terpenting mau bertanggung jawab atas pilihan yang telah diputuskan. Anda tentu saja berhak untuk menentukan pilihan masing-masing, termasuk dalam kasus ini, memilih institusi atau perguruan tinggi.
Sama sekali tak ada yang salah jika dalam memilih perguruan tinggi, anda lebih mengutamakan nama besar dan peringkat sebagai acuan. Itu sangatlah diterima akal, karena setiap orang pasti ingin menjadi bagian dari sesuatu yang sudah terkenal.    
Menurut beberapa pendapat, ada beberapa konsideran yang bisa kita jadikan pertimbangan dalam memilih perguruan tinggi. Pertama, nama besar dan peringkat hendaknya bukan menjadi acuan utama (apalagi satu-satunya) ketika memilih universitas.  Anda tentu paham, peringkat universitas tidaklah menjamin kualitas di bidang tertentu. Sebagi ilustrasi, misalnya universitas A bagus di bidang ilmu sosial dan politik, Kampus B unggul di ketenikan dan teknologi, serta C terdepan dalam bidang pertanian. Katakanlah anda tertarik belajar di bidang pertanian, lalu anda memilih kampus A hanya karena mendengar nama besar dan peringkatnya yang terkenal.
Pertimbangan kedua dalam memilih universitas adalah memastikan bahwa kampus yang kita tuju menawarkan program yang kita inginkan. Karenanya yang menjadi parameter utama dalam memilih universitas adalah program/jurusan yang ditawarkan, bukan universitas itu sendiri. Jika ada beberapa universitas yang menawarkan program yang sama, maka kita harus menemukan keunggulan kompetitif antara satu dengan yang lainnya.
Pertimbangan selanjutnya adalah tentang kondisi cuaca dan kemudahan adaptasi. Melanjutkan studi di tempat yang jauh dari kediaman apalagi di luar negeri tentu berbeda dengan kebiasaan. Persiapan yang dilakukan, tidak hanya terkait dengan akademis, namun juga faktor non akademis seperti dealing with culture shock dan climate matter.  
Lokasi dan biaya hidup juga menjadi salah satu perhatian di dalam menentukan pilihan. Termasuk bagi para penerima beasiswa penuh sekalipun, faktor biaya juga dimasukan ke dalam pertimbangan dalam memilih universitas. Bukan merupakan sebuah rahasia, kalau faktor finansial kerap menjadi kendala. Karena itu, pilihlah yang paling sesuai dengan kebutuhan anda. So, masih tetap ingin kuliah di Melbourne University? Kita tunggu saja!


Kamis, 13 Maret 2014

The Perfect Transformation

Postingan kali ini mungkin agak sedikit menceritakan tentang pencapaian pribadi. Tidak bermaksud untuk menyombongkan diri, hanya untuk sharing dan berbagi. Toh, apa gunanya kita sombong dan besar kepala, sementara semua ini hanyalah karena kemurahan dan Pencipta semata. Saya juga memahami bahwa semua ini hanyalah titipan, yang kapanpun dapat diambil kembali oleh pemiliknya. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan doa dan bantuan pembaca sekalian agar saya diberikan kemampuan untuk menjaga amanah ini dengan tetap menjadi pribadi yang rendah hati, down to earth¸dan being humble sebagaimana saya menamakan blog kecil ini dengan nama humbleisbeauty.blogspot.com.

Fresh Graduate, awal perjuangan
Tidak lama setelah menamatkan studi di salah satu perguruan tinggi negeri di Sumatera Utara, layaknya para fresh graduate lainnya, saya mencoba mengadu peruntungan sebagai job seeker untuk mencari pekerjaan yang tetap dan layak. Syukur-syukur bisa bekerja di perusahaan swasta bonafid atau akan lebih baik lagi bila bisa menjadi karyawan di perusahaan BUMN bonafid,  let say Pertamina, Telkom, PLN, dan kolega-koleganya.
Mulanya saya tidak memiliki rasa kekhawatiran yang berarti dalam menghadapi persaingan dalam mencari pekerjaan. Sama sekali juga bukan untuk menyombongkan diri, tetapi saya paham dan mengerti persyaratan dan kualifikasi yang diinginkan perusahaan. Karena itu, semasa studi saya  telah mempersiapkan segalanya dengan sebaik mungkin tentang apa yang dibutuhkan, mulai dari kemampuan bahasa Inggris, pengalaman organisasi, indeks prestasi, penghargaan dan prestasi, serta seminar, workshop dan kompetisi yang pernah diikuti.
Namun kenyataannya diluar sungguh diluar perkiraan. After 3 months struggling saya masih belum bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan saya “impikan”. Pepatah mengatakan “man proposed but God disposed” atau dalam bahasa latinnya “homo proponit sed deus disponit” terbukti benar adanya. Kita hanya bisa merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan. Sebaik apapun persiapan yang kita lakukan, kalaulah Tuhan belum berkendak, maka itu tetaplah bukan rezeki kita. Beruntung saat itu saya masih bisa membiayai kehidupan sendiri, tanpa harus meminta kepada keluarga. Tentu sangat lucu, bila selama perkuliahan saya mampu membiayai kehidupan sendiri, namun seusai studi saya kepada keluarga atau orang tua saya menggantungkan hidup kembali.
Sembari tetap terus struggling untuk mencari pekerjaan seperti yang dicitakan, saya mendapatkan tawaran untuk menjadi tenaga pengajar di salah satu universitas swasta dan berencana membiayai studi saya ke jenjang lebih tinggi/master degree. Tentu saja tawaran ini tidak saya tolak, toh menjadi seorang dosen juga merupakan impian yang terpendam.

Job Seeker to Scholarship hunter
Seiring mencuatnya asa untuk menjadi dosen, kemudian saya mengalihkan fokus dari job seeker menjadi scholarship hunter. Tak tanggung-tangung negeri Paman Sam atau lebih dikenal dengan USA menjadi target utama. Fulbright Scholarship and how to win this very prestigious scholarship menjadi pikiran di dalam benak setiap hari. Berbagai persiapan diusahakan demi mendapatkan beasiswa bergengsi itu, mulai dari persiapan TOEFL,   kelengkapan dokumen dan juga bagian yang paling penting how to make a very impressive statement of purposes (SOP).
Usai mengirimkan aplikasi beasiswa ke benua Amerika, saya tetap menjaga semangat dan passion sebagai scholarship hunter. Ini penting sekali, sebagaimana teori inersia-nya Newton yang mengatakan bahwa segala sesuatu akan cenderung mempertahankan kelembamannya. Prinsip ini tidak hanya berlaku pada gerak fisik semata, tetapi juga dapat diaplikasikan dalam bentuk lain, menjaga semangat contohnya. Mumpung semangat masih menggebu-gebu, maka saya memutuskan untuk tetap bergelut di dunia scholarship hunter. Beruntung sekali, kala itu pemerintah Australia bermurah hati menawarkan salah satu beasiswa bergengsi di dunia yaitu Australia Awards Scholarship (AAS) atau yang biasa dikenal dengan nama Australia Development Scholarship (ADS).
Perjuangan saya di beasiswa AAS memang lebih mudah dibandingkan dengan yang sebelumnya.  Sederhana saja, karena semua persyaratan sudah saya penuhi ketika hendak melamar beasiswa ke USA. Praktis yang perlu saya persiapkan adalah bagaimana membuat applikasi yang kuat, utuh, komprehensif serta memiliki nilai jual tinggi, bukan sekedar aplikasi yang hanya sekedar lewat di meja juri. kenyataannya membuat itu tidaklah mudah, perlu waktu lebih kurang 4 bulan bagi saya untuk mengisi aplikasi yang hanya berisi 4 pertanyaan inti tersebut.

“The Galau” Time
After submitting application, so what next? Jawabannya sederhana “Galau”. Ya, benar itulah apa yang saya rasakan ketika menunggu pengumuman. Namun saya tetap optimis, segala sesuatu yang dipersiapkan dengan baik, pasti menuai hasil yang baik. Saya yakin bahwa Allah tidak pernah tidur dan selalu memperhatikan hamba-Nya yang serius dan giat berusaha. Itulah keyakinan yang kemudian saya tanamkan dalam hati. Dalam setiap kesempatan saya selalu menitipkan doa kepada sang Rabbi untuk memudahkan jalan belajar ke luar negeri.
Sekitar pertengahan bulan Juli, saya tersentak ketika membaca salah satu artikel di dunia maya yang membahas tentang panggilan wawancara Fulbright Scholarship. Kegalauan hati pun semakin menjadi-jadi karena saat itu saya tidak mendapatkan konfirmasi dari pemberi beasiswa, apakah aplikasi saya diterima atau ditolak. Idealnya panitia akan memberikan informasi terkait status lamaran kita. Kegalauan pun semakin menggelora, disebabkan tiadanya kabar berita. Namun tetap saja hati masih berharap, kalau aplikasiku akan terjawab (baca : lulus).
Hingga akhir Agustus saya masih belum mendapatkan kabar berita dari panitia Fulbright scholarship. Saya pun menyadari, tidak mungkin lagi saya   dipanggil untuk seleksi. Tetapi batin selalu bertanya mengapa panitia tidak memberikan informasi. Pernah terbersit pemikiran, seperti halnya si Ikal (tokoh dalam novel laskar pelangi) yang menyangsikan kredibilitas jasa pos. mungkin benar, bahwa jangan-jangan applikasi saya tidak pernah kesampaian kepada panitia ataupun lebih buruk lagi balasan dari panitia tidak sampai kepada saya. Lagi-lagi, galau!

USA comes to AUS
Pertengahan November 2013 menjadi titik balik kegalauan saya. What a very good news, Alhamdulillah applikasi beasiswa Australia saya terpilih menjadi shortlisted penerima beasiswa AAS dan berhak mengikuti tes IELTS dan wawancara di pertengahan Januari 2014. Semangat saya yang sempat surut muncul kembali. Tersedia waktu lebih kurang dua bulan untuk mempersiapkan segalanya. Apa yang saya lakukan  kemudian adalah belajar lebih giat lagi, riset lebih dalam lagi dan latihan lebih keras lagi dan tentu saja do’a dan ibadah yang lebih banyak lagi. Saya sangat bersyukur kepada Allah swt, karena saya bertemu dengan beberapa orang yang tepat dan sangat membantu saya dalam mempersiapkan itu semua.
 Pertengahan Januari 2014 merupakan salah satu momen bersejarah dalam hidup. Betapa tidak, menjadi peserta interview seleksi beasiswa sekelas AAS dan test IELTS are cool and extra ordinary experience man! Bagi saya, bisa mencapai tahap itu adalah sebuah pencapaian besar. Saya tidak terlalu memikirkan apa hasil di kemudian hari, karena yang terpenting saya telah memberikan yang terbaik untuk semua ini. I had done my best, and let Allah do the rest. tinggal berdoa dan berharap yang terbaik. Apapun hasilnya, insya Allah saya ikhlas dan yakin rencana indah Allah akan ada dibalik semua itu.
Awal februari 2014 merupakan awal baru dari akhir kurang lebih setahun perjuangan dan penantian. Tepat pada tanggal 5 Februari  2014, saya memperoleh email dari pihak panitia beasiswa AAS. “Congratulation! On behalf of the Australian Government I am delighted to offer you an Australia Awards Scholarship”. Demikian isi opening paragraph dari email tersebut yang berarti saya terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa AAS.  Sujud syukur langsung saya lakukan atas kemurahan, kasih sayang yang nikmat yang diberikan Allah SWT. Tak lupa saya memberikan kabar gembira ini kepada orangtua tercinta, keluarga, rekan dan sahabat serta orang-orang yang telah membantu saya dalam mewujudkan mimpi ini.

It’s just still the beginning for the next step!
Saya mengatakan hal itu merupakan awal baru dari sebuah perjuangan dan bukan akhir dari sebuah penantian. It’s just still the beginning for the next step. Masih ada beberapa tahapan yang harus saya lalui sebelum terbang ke Australia. Salah satunya adalah predeparture training (PDT) yang insya allah akan berlangsung selama 4.5 bulan di Jakarta. Selain itu, saya juga harus memenuhi syarat keberangkatan seperti skor IELTS seperti yang disyaratkan institusi dan visa tentunya. Oleh karena itu, doa dan bantuan dari para pembaca sekalian sangat saya butuhkan, agar semuanya berjalan sesuai dengan harapan. Amin.
How about Fulbright scholarship? USA? Hingga saat saya dinyatakan terpilih sebagai penerima beasiswa AAS saya masih belum mendapatkan konfirmasi tentang status aplikasi beasiswa Fulbright, apakah diterima, ditolak, atau memang aplikasi itu tidak pernah sampai ke panitia. Saya telah mengikhlaskan semua itu, toh saya masih berkesempatan belajar di negeri kanguru. The transformation works perfectly, when the north changes to the south, USA to AUS. The Same letter, different order.
Untuk para pembaca sekalian, terutama sekali yang masih berjuang memperoleh gelar sarjana. Sedikit saran dari saya, persiapkanlah diri kalian dengan sebaik-baiknya. Persaingan dan tantangan kita nanti akan semakin berat. Apalagi menghadapi Asean Economic Community (AEC 2015) yang akan dimulai Januari nanti. Persaingan semakin tinggi, kompetitor  bukan hanya saja dari dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Maka dari itu persiapkan diri sebaik-sebaiknya, terutama kemampuan bahasa Inggris yang menjadi kunci utama.