Selasa, 01 November 2016

Tentang Hati

Aeschylus benar. Katanya, even he who is wiser than a wise may err! Kita acapkali menggaungkan bahwa kitalah yang paling benar, paling sahih, paling bijaksana. Padahal, boleh jadi pemahaman kebijaksanaan kita adalah keteledoran itu sendiri. Begitu juga dengan sikap humble, ikhlas dan rendah hati. Boleh jadi sikap ikhlas "humble" adalah bagian dari perilaku riya "pencitraan" diri.
Berbicara mengenai ikhlas dan riya bukanlah pembahasan yang semalam jadi. Seorang akhli ikhlas belum tentu ikhlas, konon lagi ahli riya. Sebuah contoh kasus hipotetik (tak real) menyebutkan bahwa seseorang dihadapkan pada posisi dilematis ketika mendapat pertanyaan apakah dia ikhlas kala menerima atau memberikan sesuatu? Bila ia menjawab ikhlas, boleh jadi dia sedang men-zahirkan sikap riya, namun bila dia menjawab tidak ikhlas apalah guna ia berbuat? Bukankah kita tidak disuruh berbuat (beribadah kepada Allah) kecuali dalam keadaan ikhlas (QS 98:5) 
Lantas bagaimana harus menyikapi tentang sifat ikhlas atau riya ini? Karena kedua sifat itu berasal dari hati, maka sebaiknya kembalikan saja urusan ini kepada hati. Biarkan dia yang menjawabnya, kembalikan saja urusan pada niatnya. Aa Gym menegaskan sikap ikhlas itu bersumber dari hati yang bersih. Hati yang bersih digambarkan sebagai hati yang tak merasa hina kala dicaci, tak berbangga diri ketika dipuji. 
Untuk menjawab apakah kita memiliki hati yang bersih, agaknya kita perlu berhati-hati dan mawas diri, karena sekali lagi seperti apa yang dikatakan Aeschylus, even he who is wiser than a wise may err! 
Allahumma tsabitni waj'alni hadiyan mahdiyan.

Sabtu, 29 Oktober 2016

Adelaide Metro, Keintegrasian Sistem Transportasi

Untuk keenam kalinya berturut-turut, the Economic Intelligence Unit (EIU) menempatkan kota Adelaide, Australia Selatan sebagai kota hidup terlayak (the most liveable city) no 2 di Australia dan no 5 di dunia. Penghargaan tersebut tentu saja tidak datang begitu saja, kecuali melalui usaha dan kerja keras dari pemerintahan kota serta partisipasi aktif para penduduknya. Dengan penghargaan tersebut, tidak heran, banyak turis lokal dan internasional yang berkunjung ke Adelaide, yang kemudian menjadi salah satu faktor penggerak utama pertumbuhan dan pembangunan kota yang dijuga dikenal sebagai the city of festival ini.

Terdapat banyak kriteria dalam menilai tingkat kelayakan sebuah kota, salah satunya adalah ketersediaan sarana transportasi umum yang handal. Kehandalan adalah sebuah istilah yang menggambarkan komitmen perbaikan berkelanjutan (continues improvement) yang tidak hanya puas dengan predikat “baik”, tetapi selalu merusaha menjadi “lebih baik” (exceeding the expectations). Sarana transportasi yang handal, berarti sarana yang tidak hanya unggul dalam kualitas, tapi juga kualitas. Sarana yang tidak hanya cukup dengan bersih dan aman, tapi juga nyaman, tepat waktu serta terpercaya (reliable).

Di kota Adelaide, terdapat 3 moda transportasi umum utama, yaitu bis umum (bus), kereta listrik (tram), dan kereta (train). Ketiga moda transportasi tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan dioperasikan oleh Adelaide Metro, sebuah perusahaan penyedia jasa transportasi milik pemerintah setempat. Melalui sistem keintegrasian ini, hanya dengan membeli satu tiket yang berlaku selama dua jam, para penumpang bisa menikmati layanan tersebut berkali-kali ke berbagai tujuan dan berpindah-pindah dari satu moda ke moda yang lainnya.      

Selain terintegrasi dalam hal pengoperasian ketiga moda tersebut, layanan Adelaide Metro juga dilengkapi dengan manajemen sistem informasi yang membuat para penumpang tidak perlu khawatir akan tersesat atau salah mengambil rute. Sistem ini terhubung dengan aplikasi maps yang memberikan keterangan terkait lokasi dan informasi lainnya. Cukup dengan menggunakan telepon genggam, tablet atau perangkat yang memiliki applikasi maps, penumpang cukup mengetik titik asal dan titik tujuan, maka aplikasi tersebut akan menginformasikan kepada penumpang terkait moda transportasi apa yang harus dipakai, rute yang mana yang harus diambil, berapa titik pemberhentian yang akan dilalui serta informasi tentang waktu tempuh yang diperlukan untuk sampai ke tujuan.

Hal yang paling mengesankan dari sistem manajemen transportasi berbasis informasi dan keintegrasian ini adalah adanya waktu nyata (real time) kedatangan dan keberangkatan layanan Adelaide Metro (baik itu bus, train atau tram). Hebatnya lagi, waktu kedatangan dan keberangkatan layanan yang ditunjukkan dari sistem aplikasi tersebut sangat akurat dan sesuai dengan kenyataannya. Sangat jarang bus/tram/kereta datang terlambat atau lebih cepat dari waktu yang ditunjukkan oleh aplikasi. Kalaupun ada perbedaaan, maka itu hanya dalam hitungan detik saja. Dengan keakuratan dan kehandalan sistem transportasi berbasis manajemen informasi ini, penduduk setempat dapat merencanakan waktu bepergiannya dengan baik tanpa merasa khawatir ketinggalan atau menunggu layananan terlalu lama. Mereka terbiasa merencanakan dan memutuskan dengat tepat kapan waktu terbaik bagi mereka untuk meninggalkan rumah/tempat kerja sebelum menunggu layanan transportasi di halte/stasiun. Sistem seperti ini pada akhirnya mengajarkan masyarakat setempat untuk menjadi perencana yang handal, pengambil keputusan yang tepat dan akurat, yang menjadikan hidup mereka menjadi lebih produktif.


Layanan Adelaide Metro, dengan sistem informasi dan keintegrasiannya adalah satu contoh sukses pengelolaan layanan transportasi yang patut untuk kita tiru. Kesuksesan ini bukan semata-mata karena teknologi, tetapi karena perilaku dan budaya yang baik dari manajemen pengelola, kedisiplinan para sopir, dukungan penuh pemerintah setempat serta partisipasi aktif masyarakat. Kita berharap, suatu hari nanti, contoh baik dari layanan Adelaide Metro ini dapat diterapkan dengan baik pada layanan Trans Kutaraja, Banda Aceh. Tentunya tanpa menghadirkan konflik horizontal dengan abang supir labi-labi yang telah lama menjadi ciri khas kota Banda Aceh. Semoga!

Jumat, 22 April 2016

Geulayang tunang di Adelaide

Telah tinggal di kota Adelaide selama lebih dari satu tahun guna melanjutkan pendidikan, membuat saya sedikit banyak mengenal seluk beluk kota Adelaide. Adelaide merupakan ibukota provinsi South Australia dimana lebih dari 75 persen warganya tinggal di kota ini. Sebelum masa kependudukan koloni Inggris, Adelaide merupakan rumah bagi suku Kaurna - salah satu suku pribumi atau penduduk asli Australia. Namun, setelah koloni Inggris berkuasa, kota ini kemudian didiami oleh bangsa kulit putih yang kemudian menjadi salah satu kontributor utama pembangunan daerah ini. Penamaan kota Adelaide berakar dari nama permaisuri King William IV, Queen Adelaide.

Selain dikenal dengan sebutan “the City of Churches”, Adelaide juga dijuluki dengan nama “kota seribu festival”. Penyebutan ini dikarenakan terdapat begitu banyak festival internasional nan bergengsi diselenggarakan di kota Adelaide. Beberapa festival itu, diantaranya adalah Adelaide Fringe Festival, WomAdelaide, OzAsia Festival, Indofest, Royal Adelaide Show dan Adelaide Kite International Festival.

Akhir pekan lalu, saya bersama teman-teman pelajar internasional University of South Australia berkesempatan untuk menikmati Adelaide International Kite Festival. Festival ini merupakan acara tahunan dan termasuk sebagai salah satu festival layang-layang terbesar di dunia. Pergelaran ini tepatnya diadakan di pantai Semaphore yang berjarak sekitar 17 km dari pusat kota Adelaide. Untuk menuju kesana, kita bisa menggunakan transportasi umum bus dan kereta api ataupun menggunakan kendaraan pribadi.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 40 menit dengan menggunakan bus transpotasi umum, akhirnya saya dan teman-teman tiba di lokasi festival. Kesan pertama yang saya rasakan saat tiba di lokasi adalah suasana keramaian yang sangat meriah. Ribuan orang dari berbagai latar belakang negara dan budaya berkumpul untuk memeriahkan festival ini. Dermaga terlihat penuh sesak oleh keramaian. Semuanya berkumpul bersama demi melihat perayaan layang-layang ini dari jarak dekat.

Selain pertunjukan layang-layang sebagai atraksi utama, lokasi tempat penyelenggaraan festival ini juga  menyediakan berbagai pilihan wahana bermain. Tak ketinggalan kios-kios kecil yang menjajakan dagangan mulai dari layang-layang, kerajinan, mainan anak-anak hingga produk kreatif lainnya. Rumah makan dan cafeteria yang menjual beragam jenis makanan dan minuman juga jadi unsur utama pendukung utama kemeriahan festival ini. Satu hal yang perlu digaris bawahi, bahwa pada festival yang berlangsung 3 hari ini, telah terjadi transaski perdagangan bernilai miliyaran rupiah.


Berada di tengah-tengah festival ini, ingatan saya kembali ke masa-masa kecil dahulu saat tinggal di gampong. Di gampong saya Damartutong - Aceh Selatan, biasanya diadakan geulayang tunang usai musim panen. Kompetisi ini, selain dijadikan ajang rekreasi dan hiburan, juga dijadikan sebagai ajang silaturahmi dan konsolidasi awak gampong. Bagi saya, terlepas dari sentimen pribadi dan kecintaan saya terhadap gampong sendiri, festival geulayang tunang di gampong jauh lebih seru dan menegangkan dibandingkan dengan The Adelaide International Kite Festival. Semarak dan keriuhan geulayang tunang ini lebih terasa terutama saat hitungan mundur untuk menentukan pemenang dilakukan. Belum lagi menghitung kegaduhan yang ditimbulkan saat satu per satu layang-layang putus atau i’klep (terjatuh karena kehilangan dorongan angin) yang berarti menjadi ladang rezeki sekaligus kompetisi bagi anak-anak yang mengejarnya.

Saya berharap semoga suatu saat nanti geulayang tunang bisa menjadi pergelaran kelas dunia yang diharapkan bisa menjadi salah satu roda penggerak ekonomi masyarakat lokal sekaligus ajang promosi kedaerahan. Dengan strategi promosi yang baik, kerjasama yang solid antara masyarakat, pemerintah dan pihak terkait, persiapan yang terencana dan matang, maka ajang geulayang tunang kelas dunia ini bukanlah sesuatu yang mustahil kita untuk diwujudkan. Tentunya tanpa mengabaikan konten kearifan lokal dan nuansa keislaman yang telah menjadi identitas gampong dan nanggroe.


The International Geulayang Tunang, semoga!

NB: Versi media cetak online bisa diakses di sini

Senin, 07 Maret 2016

Pengalaman Berkemah di Australia

Bulan Februari mulai bergerak ke penghujungnya, menandakan musim panas di Australia akan segera berakhir. Berakhirnya musim panas berarti berakhir pula musim libur panjang bagi sebagian besar pelajar di Australia. Demi memaksimalkan sisa-sisa liburan, mahasiswa Indonesia di South Australia yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia - South Australia (PPIA-SA) mengadakan kegiatan Summer Camp PPIA-SA 2016. Program ini ditujukan sebagai ajang konsolidasi pelajar Indonesia di South Australia sekaligus wadah penyambutan mahasiswa baru.
Antusiasme peserta untuk mengikuti kegiatan perkemahan ini cukup tinggi. Terdapat 56 orang tergabung dalam kegiatan ini yang terdiri dari berbagai unsur dan latar belakang. Mereka adalah para WNI yang sudah menetap lama di Australia atau disebut juga permanent resident (pr), warga Australia yang tertarik dengan Indonesia, para spouse and dependants (suami/istri dan anak-anak dari mahasiswa) serta mahasiswa itu sendiri.
            Summer Camp PPIA-SA 2016 dilaksanakan di Big4 Adelaide Shore Caravan Park. Tempat ini merupakan salah satu tujuan wisata favorit di South Australia yang memiliki fasilitas yang sangat memadai mulai dari kolam renang, air mancur, taman bermain, area barbekyu dan fasilitas lainnya. Selain memiliki fasilitas yang memadai, keunggulan kompetitf lainnya dari tempat ini adalah lokasinya yang sangat strategis. Berjarak hanya10 kilometer dari Adelaide CBD serta berbatasan langsung dengan pantai West Beach.
            Begitu memasuki arena Big4 Adelaide Shore Caravan Park saya melihat puluhan atau mungkin ratusan mobil karavan yang sudah tertata dengan teratur. Bersih dan rapi adalah kesan yang pertama sekali saya rasakan ketika berada di tempat ini. Ditunjang dengan pelayanan yang ramah dari pihak pengelola, petunjuk informasi yang memadai, fasilitas toilet dan kamar mandi yang bersih, ketersediaan tempat sampah yang cukup, penerangan yang baik, serta  akses jalan setapak yang tertata rapi  semakin memberikan kepuasan dan kenyamanan bagi saya dan pengunjung lainnya.
            Untuk menghemat biaya, PPIA-SA tidak menyewa kabin atau karavan yang ditawarkan pengelola. Sebaliknya, kami memutuskan membawa tenda dan perlengkapan masing-masing. Setelah semua tenda terpasang, saya bersama teman lainnya menyempatkan diri bermain kriket. Di Australia dan Negara-negara persemakmuran lainnya, olahraga kriket sangat populer.  Lelah bermain kriket, saya dan yang lainnya berjalan ke arah pantai untuk menikmati pantai West Beach yang indah, bermain pasir, berfoto-ria, bercengkrama dan tentunya menyaksikan proses terbenamnya matahari yang menawarkan pesona.
            Usai shalat magrib berjamaah dan makan malam bersama, puncak acara Summer Camp PPIA-SA pun dimulai. Proses konsolidasi antar mahasiswa dilakukan melalui perkenalan diri, berbagi kisah inspirasi, bermain games serta saling guyon sesama peserta. Untuk menyemarakkan suasana, panitia menyediakan beberapa door prize bagi peserta yang berhasil menjawab kuis seputar Adelaide dan South Australia. Setelah semuanya usai, para peserta kembali ke tenda masing-masing.
Saya memutuskan untuk tidak masuk tenda terlebih dahulu. Sebaliknya, saya memilih menikmati kopi dan cemilan sembari berdiskusi ringan dengan salah seorang peserta yang merupakan warga Australia. Kita saling berbagi pengalaman, bertukar pendapat, dan saling belajar budaya, kebiasaan dan norma masing-masing. Beberapa kali dia mengajarkan saya tentang bahasa slang dan peribahasa bahasa Inggris. Salah satunya adalah peribahasa “a watched pot never boils” untuk mengungkapkan kekesalannya yang telah beberapa kali memeriksa cerek air panas untuk kopi kami yang tak kunjung mendidih. Karena malam semakin larut dan hawa dingin kian mengerogoti, kami memutuskan untuk mengakhiri obrolan dan kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat.

            Berkemah di bawah langit Adelaide! Disaksikan oleh bulan dan bintang-bintang yang gemerlap. Sungguh suatu pengalaman yang sulit untuk dilupakan.