Untuk
keenam kalinya berturut-turut, the Economic Intelligence Unit (EIU) menempatkan
kota Adelaide, Australia Selatan sebagai kota hidup terlayak (the most liveable city) no 2 di
Australia dan no 5 di dunia. Penghargaan tersebut tentu saja tidak datang begitu
saja, kecuali melalui usaha dan kerja keras dari pemerintahan kota serta partisipasi
aktif para penduduknya. Dengan penghargaan tersebut, tidak heran, banyak turis
lokal dan internasional yang berkunjung ke Adelaide, yang kemudian menjadi
salah satu faktor penggerak utama pertumbuhan dan pembangunan kota yang dijuga
dikenal sebagai the city of festival ini.
Terdapat
banyak kriteria dalam menilai tingkat kelayakan sebuah kota, salah satunya
adalah ketersediaan sarana transportasi umum
yang handal. Kehandalan adalah sebuah istilah yang menggambarkan komitmen
perbaikan berkelanjutan (continues
improvement) yang tidak hanya
puas dengan predikat “baik”, tetapi selalu merusaha menjadi “lebih baik” (exceeding the expectations). Sarana
transportasi yang handal, berarti sarana yang tidak hanya unggul dalam kualitas,
tapi juga kualitas. Sarana yang tidak hanya cukup dengan bersih dan aman, tapi
juga nyaman, tepat waktu serta terpercaya (reliable).
Di
kota Adelaide, terdapat 3 moda transportasi umum utama, yaitu bis umum (bus), kereta listrik (tram), dan kereta (train). Ketiga moda transportasi tersebut merupakan satu kesatuan
yang terintegrasi dan dioperasikan oleh Adelaide Metro, sebuah perusahaan
penyedia jasa transportasi milik pemerintah setempat. Melalui sistem
keintegrasian ini, hanya dengan membeli satu tiket yang berlaku selama dua jam,
para penumpang bisa menikmati layanan tersebut berkali-kali ke berbagai tujuan
dan berpindah-pindah dari satu moda ke moda yang lainnya.
Selain
terintegrasi dalam hal pengoperasian ketiga moda tersebut, layanan Adelaide
Metro juga dilengkapi dengan manajemen sistem informasi yang membuat para
penumpang tidak perlu khawatir akan tersesat atau salah mengambil rute. Sistem
ini terhubung dengan aplikasi maps
yang memberikan keterangan terkait lokasi dan informasi lainnya. Cukup dengan
menggunakan telepon genggam, tablet atau perangkat yang memiliki applikasi maps, penumpang cukup mengetik titik
asal dan titik tujuan, maka aplikasi tersebut akan menginformasikan kepada
penumpang terkait moda transportasi apa yang harus dipakai, rute yang mana yang
harus diambil, berapa titik pemberhentian yang akan dilalui serta informasi
tentang waktu tempuh yang diperlukan untuk sampai ke tujuan.
Hal
yang paling mengesankan dari sistem manajemen transportasi berbasis informasi
dan keintegrasian ini adalah adanya waktu nyata (real time) kedatangan dan keberangkatan layanan Adelaide Metro
(baik itu bus, train atau tram). Hebatnya
lagi, waktu kedatangan dan keberangkatan layanan yang ditunjukkan dari sistem
aplikasi tersebut sangat akurat dan sesuai dengan kenyataannya. Sangat jarang
bus/tram/kereta datang terlambat atau lebih cepat dari waktu yang ditunjukkan
oleh aplikasi. Kalaupun ada perbedaaan, maka itu hanya dalam hitungan detik
saja. Dengan keakuratan dan kehandalan sistem transportasi berbasis manajemen
informasi ini, penduduk setempat dapat merencanakan waktu bepergiannya dengan
baik tanpa merasa khawatir ketinggalan atau menunggu layananan terlalu lama.
Mereka terbiasa merencanakan dan memutuskan dengat tepat kapan waktu terbaik
bagi mereka untuk meninggalkan rumah/tempat kerja sebelum menunggu layanan
transportasi di halte/stasiun. Sistem seperti ini pada akhirnya mengajarkan
masyarakat setempat untuk menjadi perencana yang handal, pengambil keputusan yang
tepat dan akurat, yang menjadikan hidup mereka menjadi lebih produktif.
Layanan
Adelaide Metro, dengan sistem informasi dan keintegrasiannya adalah satu contoh
sukses pengelolaan layanan transportasi yang patut untuk kita tiru. Kesuksesan
ini bukan semata-mata karena teknologi, tetapi karena perilaku dan budaya yang
baik dari manajemen pengelola, kedisiplinan para sopir, dukungan penuh
pemerintah setempat serta partisipasi aktif masyarakat. Kita berharap, suatu
hari nanti, contoh baik dari layanan Adelaide Metro ini dapat diterapkan dengan
baik pada layanan Trans Kutaraja, Banda Aceh. Tentunya tanpa menghadirkan
konflik horizontal dengan abang supir labi-labi yang telah lama menjadi ciri
khas kota Banda Aceh. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar