Sabtu, 07 Oktober 2017

Surat Untuk Istri Tercinta

Jarak boleh saja memisahkan badan ini, tapi tidak dengan hati ini.
Waktu bisa saja menjauhkan raga ini, tapi tidak dengan jiwa ini.

Sayang, hari ini, Sabtu 7 Oktober 2017. Hari ini merupakan hari dimana pernikahan kita tepat berusia tiga bulan. Hari yang juga menandakan bahwa dalam ikatan suci ini, kita telah sementara terpisah tepat selama dua hari dan dua bulan. Juga, hari dimana aku mengkirarkan, akan kutulis perjalanan hidup dan cinta kita dalam catatan-catatan. Kelak, bagi anak-cucu kita catatan itu akan menjadi pelajaran, sementara buat kita itu akan menjadi kenangan.

Sayang, tiga bulan yang lalu, di hari Jumat, 7 Juli yang penuh berkah itu, telah aku mantapkan diriku menjadi imammu. Telah kuberanikan diri menjadi pendamping hidupmu, yang akan ku pertanggungjawabkan dunia dan akhiratku. Bertempat di sebuah mushola kecil yang tak jauh dari rumahmu, di hadapan saksi dan penghulu, telah aku sambut tangan ayahmu serta kusempurnakan ijab qabulku. Tepat pukul 9.30 kala itu, resmilah diriku menjadi suamimu. Dan saat itu juga, untuk pertama kalinya kau menyalami dan mencium tanganku, karena aku telah halal bagimu.

Sayang, di usia pernikahan kita yang masih teramat baru ini, terkadang aku masih sering merasa dan bertanya apa iya aku kini telah menjadi seorang suami? Hal ini mungkin ditenggarai oleh proses pertemuan kita yang sangat singkat dan teramat cepat. Hanya sekali dua kita benar-benar berinteraksi, selebihnya menjalani kehidupan masing-masing di daerah yang berbeda, negara yang berbeda, benua yang berbeda dan bahkan waktu yang berbeda. Terlebih di waktu kini sayang, saat kita sementara terpisah lagi, sering tiba-tiba aku terjaga dari tidurku dan mendapatimu tidak disampingku, kemudian kubertanya apakah pertemuan kita, pernikahan kita hanya baru sebatas dalam mimpiku saja? 

Sayang, di usia pernikahan kita yang baru tiga bulan ini, tentunya merupakan usia yang masih sangat belia. Kalau diibaratkan dengan negara kita Indonesia, usia pernikahan kita ini seperti halnya masa-masa awal kemerdekaan negeri kita. Saat itu para pendiri bangsa bersatu dan berjuang keras meletakkan pondasi bangsa dan menyusun dasar negara demi menyongsong bangsa Indonesia sejahtera. Begitu juga hendaknya dengan kita, di masa-masa awal ini kita bersama-sama berjuang mempersiapkan biduk bahtera cinta yang tangguh sehingga kita bisa berlayar dengan aman, nyaman dan tenang hingga nanti sampai hari tua. Bila ditamsilkan dengan kehidupan manusia, usia pernikahan kita ini layaknya seorang bayi saja. Bayi yang masih payah,  susah dan tak berdaya namun selalu tahu cara merengek-rengek untuk keberlangsungan hidupnya. Tak bedanya dengan kita, di usia pernikahan yang sangat belia ini, kita masih tertatih-tatih, sering salah kaprah, salah tingkah  karena minimnya pengalaman yang kita miliki, namun kita selalu tahu untuk terus belajar dan mencari solusi dari setiap permasalahan  yang kita hadapi. 

Sayang, di usia pernikahan kita yang masih teramat singkat ini, tentunya kita belum tahu banyak tentang kehidupan ini. Pastinya belum banyak permasalahan yang kita mengerti, karena memang baru sedikit soal tentang kehidupan yang kita hadapi. Karenanya sayang, ada banyak hal yang masih perlu kita pelajari agar kita menjadi lebih siap dalam menghadapi setiap persoalan hidup nanti. 

Sayang membina rumah tangga itu, memang gampang-gampang susah. Gampang dikala banyak hal indah, susah bila dirundung banyak masalah. Sayang juga sudah tahu, bahwa berkeluarga itu bukan tentang hal-hal indah melulu, tapi sering diselipi dengan kisah-kisah yang sendu. Sayang juga sudah mengerti, bahwa susah-senang, lapang-sempit, naik-turun dalam pernikahan itu adalah hal yang pasti, yang penting bagaimana cara kita mensyukuri dan menyikapinya dengan ikhlas  hati. Insya Allah sayang, selama kita terus berusaha memperbaiki diri dan mengarahkan keluarga kita di jalanNYA, Allah tidak pernah melepaskan kita dari pandanganNYA. Dialah yang akan membimbing kita, sehingga prinsip “litaskunu ilaiha” tertanam sempurna dalam diri kita dan keluarga kita.

Sayang, bila suatu saat nanti kita menemukan persoalan hidup yang pelik,  maka mari kita hadapi bersama-sama dengan baik. Mari kita sama-sama saling terbuka, saling mengerti, saling memahami. Ketahuilah sayang, tidak ada persoalan yang tidak punya solusi sepanjang kita mau membicarakannya, mendiskusikannya, berusaha mencari jalan keluarnya. Selalu ingatlah sayang, bahwa apapun yang kita hadapi nanti, itu bukanlah sesuatu tentang aku, bukan juga tentang kamu, tetapi itu adalah tentang kita, sekali lagi tentang kita. 

Sayang, berbicara tentang kita, resepnya cuma ada satu. Jangan pernah sekalipun mau memenangkan egomu maupun egoku. Ego tak akan pernah mampu menjadikan kita utuh sebagai kita. Ego hanya akan memupuk rasa curiga yang akan membuat hubungan kita berakhir dalam nestapa. Ego hanya akan membuat kita sengsara, hanya ingin kita menderita. Kalaupun terlihat egokuku atau egomu yang menang, ketahuilah itu hanyalah kemenangan semu, dan yang sesungguhnya terjadi adalah kekalahan kita yang pilu. Memenangkan ego hanya akan membawa penyesalan, bak kata orang bijak menang jadi abu, kalah jadi debu. Tentunya kita tidak menginginkan hal itu.

Sayang, di usia pernikahan kita yang baru tiga bulan ini. Jika dihitung, dalam menjalani hubungan suci ini, masa kita terpisah sementara ternyata dua kali lebih lama dari masa kita bersama. Tentunya ini bukan perkara mudah bagi kita, merupakan sesuatu yang sangat berat bagi kita berdua. Tapi yakinlah selalu sayang, semua kesulitan itu pasti akan berlalu. Kau dan aku akan kembali bertemu.  Untuk sementara waktu kita kudu fasbir sabran jamilan, saling pengertian serta saling mendoakan.

Sayang, di usia pernikahan kita yang masih seujung kuku ini, tentunya masih banyak yang harus kita ketahui tentangmu dan tentangku, tentang kita. Pastinya masih banyak yang harus kita pelajari tentang keluargaku dan keluargamu, tentang keluarga kita. Karenanya sayang, mari kita saling bersatu padu, saling bahu membahu, saling mengajari dan terbuka satu sama lainnya, saling menguatkan sesama. Bila menghadapi sebuah masalah, baik payah maupun mudah  tetaplah saling memberitahukan, saling mendiskusikan, dan menjadikan itu masalah bersama dan kita cari jalan keluar terbaik secara bersama-sama. Pintaku padamu sayang, jangan kita saling seganan, jangan saling tidak enakan, jangan saling rahasia-rahasian, apalagi saling diam-diaman.

Sayang, di usia pernikahan kita yang masih hijau ini, tentu belum banyak yang kuberikan untukmu. Kalaupun ada, itu masih sebatas tuntutan yang hanya memberatkanmu. Maaf, belum banyak bisa kumembantu, baru hanya bisa sebatas menyusahkanmu. Belum banyak yang bisa kuajarkan untukmu, karena kedangkalan ilmuku dan keminiman pengalamanku. Dulu aku berpikir akan mengguruimu bagaimana cara berpikir matang dan bertindak dewasa, tapi kini kutersadar bahwa akulah yang harus banyak belajar darimu bagaimana bersikap bijaksana dan ikhlas menerima apa yang kita punya. 


Antara Aceh, Indonesia dengan Adelaide, Australia.
Banda Aceh, 7 Oktober 2017