Gaya
hidup sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan pada manusia modern sekarang.
Itu dapat berupa keinginan atau sebuah
kecenderungan. Salah satu bentuk kecenderungan yang paling pesat
perkembangannya saat ini adalah kebutuhan manusia akan kendaraan atau yang
biasa disebut dengan otomotif. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh China Association of Automobile
Manufacturers (CAAM), mengatakan bahwa pertumbuhan penjualan kendaraan di Cina mencapai 13,9 % dengan total unit penjualan lebih dari 20 juta kendaraan pada tahun 2013
(Anonymous, 2011).
Untuk kawasan regional ASEAN,
pertumbuhan industri otomotif juga berkembang sangat pesat. Data yang
dikeluarkan oleh ASEAN Automotive
Federation (AAF) menyebutkan penjualan
otomotif di Asia Tenggara pada tahun 2007 sebanyak 1.886.537 unit dan meningkat
menjadi 3.473.288 unit pada akhir tahun 2013. Pertumbuhan penjualan tersebut
juga didukung oleh pertumbuhan produksi kendaraan bermotor yang cukup tinggi.
Pada tahun 2007, produksi kendaraan bermotor roda empat mencapai 2.215.944 unit
sedangkan pada tahun 2012 telah mencapai 4.237.980 unit (Anonymous,2013).
Indonesia, sebagai salah satu pangsa
pasar penjualan otomotif terbesar di dunia juga mengalami pertumbuhan yang
cukup signifkan. Perkiraan pertumbuhan industri otomotif di Indonesia
berdasarkan Frost & Sulivan mencapai 7.5 % pada tahun 2013 dengan total
penjualan mencapai 1,2 juta unit. Pertumbuhan ini didukung dengan stabilnya
ekonomi nasional, lancarnya arus aliran investasi serta peningkatan kapasitas
produksi otomotif dan komponen (Anonymous,2013).
Perkembangan positif tersebut memang
membawa angin segar terhadap perkembangan industri otomotif di Indonesia, namun
memasuki tahun 2015 mendatang dimana negara-negara dalam kawasan ASEAN akan
tergabung dalam Asean Economic Community (AEC)
dimana batas-batas kawasan dan regulasi menjadi berkurang. Arus barang masuk
dan keluar tidak lagi bisa dikendalikan membuat tingkat persaingan dan
kompetisi menjadi semakin tinggi.
Meskipun tergolong sebagai salah
satu negara besar di kawasan regional ASEAN, Indonesia perlu mempersiapkan diri
dalam menghadapi persaingan bebas khususnya di sektor industri manfuaktur
otomotif. Saat ini, Indonesia hanya
tercatat sebagai produsen terbesar ke empat di ASEAN di bawah Thailand,
Malaysia dan Vietnam (AAF, 2013). Hal ini bukanlah sebuah peringkat yang
menggembirakan, mengingat jumlah populasi yang mencapai 240 juta jiwa merupakan
potensi terbesar untuk menjadikan Indonesia pada peringkat utama.
Mengingat pemberlakuan skema AEC
yang semakin dekat, maka pemerintahan Indonesia harus mengambil langkah dan
kebijakan guna mampu bersaing di tengah kompetisi tersebut. Salah satu langkah
yang hendak dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah menyiapkan infrastruktur
yang memadai guna meningkatkan industri manufaktur Indonesia terutama di bidang
otomotif. Disamping itu, pemerintah juga harus menyiapkan beberapa paket
kebijakan dan regulasi yang berpihak pada industri otomotif diantaranya dengan
pemberlakuan skema pajak yang kompetitif terhadap industri yang menghasilkan
produk bernilai tambah tinggi.
Langkah dan kebijakan yang harus
dipersiapkan dan diperhitungkan dengan matang oleh pemerintah Indonesia dalam
menghadapi persaingan bebas tersebut tidak lain adalah untuk meningkatkan daya
saing Indonesia. Studi yang dilakukan Kementerian Perekonomian pada pertemuan Indonesia Economic Observation 2011-2012
menyebutkan bahwa hal-hal yang menjadi penghambat daya saing industri nasional
dalam perdagangan internasional adalah sebagai berikut :
- Infrastruktur
yang belum memadai
- Pasokan
energi tidak tersedia dengan cukup
- Kompetensi
sumber daya manusia yang masih belum memenuhi standar
- Bahan
baku dan komponen yang sebagian masih tergantung impor
Berangkat dari kenyataan di atas,
maka kebijakan dan regulasi yang diambil pemerintah haruslah bersifat
menyelesaikan permasalahan di atas (troubleshoot
to the problem). Hal ini berguna terhadap perkembangan industri otomotif di
Indonesia guna menghadapi pasar bebas asean
economic community yang akan diberlakukan pada tahun 2015 mendatang. Jika
hal ini tidak dirumuskan dengan tepat,
maka bukan mustahil bila negara yang diprediksi menjadi lima besar ekonomi pada tahun 2025 akan
“dikalahkan” oleh negara-negara bahkan
yang berada dalam kawasan regional ASEAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar