Postingan
kali ini mungkin agak sedikit menceritakan tentang pencapaian pribadi. Tidak
bermaksud untuk menyombongkan diri, hanya untuk sharing dan berbagi. Toh, apa
gunanya kita sombong dan besar kepala, sementara semua ini hanyalah karena
kemurahan dan Pencipta semata. Saya juga memahami bahwa semua ini hanyalah
titipan, yang kapanpun dapat diambil kembali oleh pemiliknya. Oleh karena itu saya
sangat mengharapkan doa dan bantuan pembaca sekalian agar saya diberikan kemampuan
untuk menjaga amanah ini dengan tetap menjadi pribadi yang rendah hati, down to earth¸dan being humble sebagaimana saya menamakan blog kecil ini dengan nama humbleisbeauty.blogspot.com.
Fresh Graduate, awal
perjuangan
Tidak
lama setelah menamatkan studi di salah satu perguruan tinggi negeri di Sumatera
Utara, layaknya para fresh graduate
lainnya, saya mencoba mengadu peruntungan sebagai job seeker untuk mencari pekerjaan yang tetap dan layak.
Syukur-syukur bisa bekerja di perusahaan swasta bonafid atau akan lebih baik
lagi bila bisa menjadi karyawan di perusahaan BUMN bonafid, let say
Pertamina, Telkom, PLN, dan kolega-koleganya.
Mulanya
saya tidak memiliki rasa kekhawatiran yang berarti dalam menghadapi persaingan
dalam mencari pekerjaan. Sama sekali juga bukan untuk menyombongkan diri,
tetapi saya paham dan mengerti persyaratan dan kualifikasi yang diinginkan
perusahaan. Karena itu, semasa studi saya
telah mempersiapkan segalanya dengan sebaik mungkin tentang apa yang
dibutuhkan, mulai dari kemampuan bahasa Inggris, pengalaman organisasi, indeks
prestasi, penghargaan dan prestasi, serta seminar, workshop dan kompetisi yang
pernah diikuti.
Namun
kenyataannya diluar sungguh diluar perkiraan. After 3 months struggling saya masih belum bisa mendapatkan
pekerjaan yang sesuai dengan saya “impikan”. Pepatah mengatakan “man proposed but God disposed” atau
dalam bahasa latinnya “homo proponit sed
deus disponit” terbukti benar adanya. Kita hanya bisa merencanakan, tapi
Tuhan yang menentukan. Sebaik apapun persiapan yang kita lakukan, kalaulah
Tuhan belum berkendak, maka itu tetaplah bukan rezeki kita. Beruntung saat itu saya
masih bisa membiayai kehidupan sendiri, tanpa harus meminta kepada keluarga. Tentu
sangat lucu, bila selama perkuliahan saya mampu membiayai kehidupan sendiri,
namun seusai studi saya kepada keluarga atau orang tua saya menggantungkan
hidup kembali.
Sembari
tetap terus struggling untuk mencari
pekerjaan seperti yang dicitakan, saya mendapatkan tawaran untuk menjadi tenaga
pengajar di salah satu universitas swasta dan berencana membiayai studi saya ke
jenjang lebih tinggi/master degree.
Tentu saja tawaran ini tidak saya tolak, toh menjadi seorang dosen juga merupakan
impian yang terpendam.
Job Seeker to Scholarship hunter
Seiring
mencuatnya asa untuk menjadi dosen, kemudian saya mengalihkan fokus dari job seeker menjadi scholarship hunter. Tak tanggung-tangung negeri Paman Sam atau
lebih dikenal dengan USA menjadi target utama. Fulbright Scholarship and how to win this very prestigious scholarship menjadi
pikiran di dalam benak setiap hari. Berbagai persiapan diusahakan demi
mendapatkan beasiswa bergengsi itu, mulai dari persiapan TOEFL, kelengkapan dokumen dan juga bagian yang
paling penting how to make a very
impressive statement of purposes (SOP).
Usai
mengirimkan aplikasi beasiswa ke benua Amerika, saya tetap menjaga semangat dan
passion sebagai scholarship hunter. Ini penting sekali, sebagaimana teori inersia-nya
Newton yang mengatakan bahwa segala sesuatu akan cenderung mempertahankan
kelembamannya. Prinsip ini tidak hanya berlaku pada gerak fisik semata, tetapi
juga dapat diaplikasikan dalam bentuk lain, menjaga semangat contohnya. Mumpung
semangat masih menggebu-gebu, maka saya memutuskan untuk tetap bergelut di
dunia scholarship hunter. Beruntung
sekali, kala itu pemerintah Australia bermurah hati menawarkan salah satu
beasiswa bergengsi di dunia yaitu Australia
Awards Scholarship (AAS) atau yang biasa dikenal dengan nama Australia Development Scholarship (ADS).
Perjuangan
saya di beasiswa AAS memang lebih mudah dibandingkan dengan yang sebelumnya. Sederhana saja, karena semua persyaratan sudah
saya penuhi ketika hendak melamar beasiswa ke USA. Praktis yang perlu saya
persiapkan adalah bagaimana membuat applikasi yang kuat, utuh, komprehensif
serta memiliki nilai jual tinggi, bukan sekedar aplikasi yang hanya sekedar
lewat di meja juri. kenyataannya membuat itu tidaklah mudah, perlu waktu lebih
kurang 4 bulan bagi saya untuk mengisi aplikasi yang hanya berisi 4 pertanyaan
inti tersebut.
“The Galau” Time
After submitting application,
so what next? Jawabannya sederhana “Galau”. Ya, benar itulah
apa yang saya rasakan ketika menunggu pengumuman. Namun saya tetap optimis,
segala sesuatu yang dipersiapkan dengan baik, pasti menuai hasil yang baik. Saya yakin bahwa Allah tidak pernah
tidur dan selalu memperhatikan hamba-Nya yang serius dan giat berusaha. Itulah
keyakinan yang kemudian saya tanamkan dalam hati. Dalam setiap kesempatan saya
selalu menitipkan doa kepada sang Rabbi untuk memudahkan jalan belajar ke luar
negeri.
Sekitar
pertengahan bulan Juli, saya tersentak ketika membaca salah satu artikel di
dunia maya yang membahas tentang panggilan wawancara Fulbright Scholarship. Kegalauan hati pun semakin menjadi-jadi
karena saat itu saya tidak mendapatkan konfirmasi dari pemberi beasiswa, apakah
aplikasi saya diterima atau ditolak. Idealnya panitia akan memberikan informasi
terkait status lamaran kita. Kegalauan pun semakin menggelora, disebabkan
tiadanya kabar berita. Namun tetap saja hati masih berharap, kalau aplikasiku
akan terjawab (baca : lulus).
Hingga
akhir Agustus saya masih belum mendapatkan kabar berita dari panitia Fulbright scholarship. Saya pun
menyadari, tidak mungkin lagi saya dipanggil untuk seleksi. Tetapi batin selalu
bertanya mengapa panitia tidak memberikan informasi. Pernah terbersit pemikiran,
seperti halnya si Ikal (tokoh dalam novel laskar pelangi) yang menyangsikan
kredibilitas jasa pos. mungkin benar, bahwa jangan-jangan applikasi saya tidak
pernah kesampaian kepada panitia ataupun lebih buruk lagi balasan dari panitia
tidak sampai kepada saya. Lagi-lagi, galau!
USA comes to AUS
Pertengahan
November 2013 menjadi titik balik kegalauan saya. What a very good news, Alhamdulillah applikasi beasiswa Australia saya
terpilih menjadi shortlisted penerima
beasiswa AAS dan berhak mengikuti tes IELTS dan wawancara di pertengahan
Januari 2014. Semangat saya yang sempat surut muncul kembali. Tersedia waktu lebih
kurang dua bulan untuk mempersiapkan segalanya. Apa yang saya lakukan kemudian adalah belajar
lebih giat lagi, riset lebih dalam lagi dan latihan lebih keras lagi dan tentu
saja do’a dan ibadah yang lebih banyak lagi. Saya sangat bersyukur
kepada Allah swt, karena saya bertemu dengan beberapa orang yang tepat dan
sangat membantu saya dalam mempersiapkan itu semua.
Pertengahan Januari 2014 merupakan salah satu
momen bersejarah dalam hidup. Betapa tidak, menjadi peserta interview seleksi
beasiswa sekelas AAS dan test IELTS are cool and extra ordinary experience man!
Bagi saya, bisa mencapai tahap itu adalah sebuah pencapaian besar. Saya tidak
terlalu memikirkan apa hasil di kemudian hari, karena yang terpenting saya
telah memberikan yang terbaik untuk semua ini. I had done my best, and let Allah do the rest. tinggal berdoa dan
berharap yang terbaik. Apapun hasilnya, insya Allah saya ikhlas dan yakin
rencana indah Allah akan ada dibalik semua itu.
Awal
februari 2014 merupakan awal baru dari akhir kurang lebih setahun perjuangan
dan penantian. Tepat pada tanggal 5 Februari 2014, saya memperoleh email dari pihak panitia
beasiswa AAS. “Congratulation! On behalf
of the Australian Government I am delighted to offer you an Australia Awards
Scholarship”. Demikian isi opening
paragraph dari email tersebut yang berarti saya terpilih sebagai salah satu
penerima beasiswa AAS. Sujud syukur langsung
saya lakukan atas kemurahan, kasih sayang yang nikmat yang diberikan Allah SWT.
Tak lupa saya memberikan kabar gembira ini kepada orangtua tercinta, keluarga,
rekan dan sahabat serta orang-orang yang telah membantu saya dalam mewujudkan
mimpi ini.
It’s
just still the beginning for the next step!
Saya
mengatakan hal itu merupakan awal baru dari sebuah perjuangan dan bukan akhir
dari sebuah penantian. It’s just still
the beginning for the next step. Masih ada beberapa tahapan yang harus saya
lalui sebelum terbang ke Australia. Salah satunya adalah predeparture training (PDT) yang insya allah akan berlangsung
selama 4.5 bulan di Jakarta. Selain itu, saya juga harus memenuhi syarat
keberangkatan seperti skor IELTS seperti yang disyaratkan institusi dan visa
tentunya. Oleh karena itu, doa dan bantuan dari para pembaca sekalian sangat
saya butuhkan, agar semuanya berjalan sesuai dengan harapan. Amin.
How about Fulbright scholarship? USA?
Hingga saat saya dinyatakan terpilih sebagai penerima beasiswa AAS saya masih
belum mendapatkan konfirmasi tentang status aplikasi beasiswa Fulbright, apakah
diterima, ditolak, atau memang aplikasi itu tidak pernah sampai ke panitia.
Saya telah mengikhlaskan semua itu, toh saya masih berkesempatan belajar di
negeri kanguru. The transformation works
perfectly, when the north changes to the south, USA to AUS. The Same letter, different order.
Untuk
para pembaca sekalian, terutama sekali yang masih berjuang memperoleh gelar
sarjana. Sedikit saran dari saya, persiapkanlah diri kalian dengan
sebaik-baiknya. Persaingan dan tantangan kita nanti akan semakin berat. Apalagi
menghadapi Asean Economic Community (AEC
2015) yang akan dimulai Januari nanti. Persaingan semakin tinggi, kompetitor bukan hanya saja dari dari dalam negeri,
tetapi juga dari luar negeri. Maka dari itu persiapkan diri sebaik-sebaiknya,
terutama kemampuan bahasa Inggris yang menjadi kunci utama.
Semangat Ami! You are truly inspiring man. Semoga bisa mengikuti jejak ke luar negeri :)
BalasHapusTerima kasih atas kunjungannya mba Keu.
BalasHapusAmin ya rabbal'alamin. Smoga sukses dalam pengusahaannya nya ya Mba Keu. :)
Semangaaaat...Aku ikut mendokan semoga mimpi-mimpinya dikabulkan. :D
BalasHapus