GALAU! Iya, GALAU! Saya jamin anda tidak silap dalam melihat dan
dalam mengeja. Sengaja istilah tersebut yang buat dalam formal huruf kapital (caps lock) dengan tujuan sebagai “stressing/signal
word” untuk lebih mudah ditemukenali. Pembaca tentu paham apa yang
dimaksudkan dengan frase dalam tanda kutip tersebut. maksudnya tiada lain dan
tiada bukan adalah untuk penanda bahwa topik yang akan kita bahas kali ini
mengenai perihal GALAU tersebut.
Sebelum membahas lebih
lanjut, saya ingin bertanya kepada rekan pembaca sekalian. Apa yang anda
bayangkan dalam benak anda ketika mendengar kata galau? ikiran apa yang
terlintas dalam kepala ketika membaca istilah galau? adakah dia memiliki pesan
positif, atau malah sebaliknya, berkonotasi negatif. Apakah dia berkaitan
dengan perasaan dan hati? adakah ia berkaitan dengan mood, semangat dan suasana
hati? adakah dia sesuatu yang dihindari, atau sebaliknya malah dinanti-nanti?
Jika banyak dari sekian
pertanyaan yang diajukan diatas dijawab dengan kata “ya”, maka jawaban yang
anda berikan tidaklah sepenuhnya salah. Tidaklah sepenuhnya salah disini
dikarenakan jawaban yang diberikan tidak sepenuhnya benar. Karena ia tidak
sepenuhnya benar, maka berarti ada sebagian yang salah. Jika hanya ada sebagian
yang salah, berarti ada bagian dari jawaban itu benar, karenanya dia tidaklah
sepenuhnya salah. Haha, ribet ya? Namanya saja lagi galau (>_<)
Mungkin sebagian besar
pembaca beranggapan bahwa pengertian galau yang dimaksudkan disini adalah suatu
bentuk kegelisahan hati, ketidaktenangan serta ketidaktentraman jiwa. Bentuk
dan alasannya bisa sangat beragam. Bagi anak contohnya, dia bisa galau lantaran
tidak dibelikan mainan yang diinginkannya. Buat pedagang, harga barang yang
kian membumbung tinggi menjadikannya gelisah sepanjang hari. Para pelajar yang
sedang menunggu pengumuman kelulusan juga mengalami ketidaktenangan ini. Bisa
saja karena patah hati dikarenakan putus atau ditolak oleh pacar/calon pacar -
biasanya kasus ini terjadi pada kaum ababil, hehe J
Anggapan tersebut
tidaklah salah, sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa pemikiran
tersebut pada beberapa bagian ada benarnya. Galau (adjective) atau kegalauan (noun)
merupakan sesuatu bentuk expresi diri terhadap suasana hati yang sedang murung
dan gelisah. Maka tidak heran, orang yang sedang galau terlihat bimbang,
gelisah dan peragu. Wajahnya tampak murung –
perumpamaannya digambarkan dengan semboyan “makan tak enak, tidur tak lolap”. Orang yang sedang galau sangat
mudah tersinggung, tidak fokus dan sangat bisa dipastikan memiliki performansi
dan produktivitas kerja yang rendah atau mungkin sangat renda. Namun, bukanlah
galau seperti itu yang kita bicarakan. J
Galau memang hadir
ketika suasana hati tidak menentu. Sudah pasti ketidakmenentuan ini dikarenakan
tidak (lebih tepatnya belum) terealisasinya hajat yang ada didasar hati.
Hajat apa saja, apakah dia yang masih
tersembunyi, sudah terucapkan dan dilakukan (diusahakan). Dalam kaidah
keilmuan, setiap pertentangan/kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa
yang terjadi disebut dengan masalah (problem). Semua orang pasti ingin menghindari
masalah, karena masalah hanya membuat susah dan membuat kita menjadi lemah. Lemah
adalah bentuk ketidakberdayaan akibat dari sebuah kegalauan. Hebatnya galau
yang kita bicarakan ini malah bekerja sebaliknya, alih-alih membuat kita
menjadi lemah, dia malah menjadi sumber kekuatan diri dan kepercayaan diri
sehingga kita bisa bangkit dan tersenyum
menantang hari.
Lah kok bisa? Seharusnya
galau kan membawa masalah, lalu darimana ceritanya dia bisa menjadi sebuah kekuatan
diri. Jawabannya sangat sederhana, karena GALAU yang diceritakan disini
merupakan kependekan dari “ GOD ALWAYS
LISTENING ALWAYS UNDERSTANDING ”. seperti tagline salah satu perusahaan
asuransi ya? Hehe, serius ga ada maksud buat prospek, peace J
Iya benar sekali, God Always Listening Always Understanding
(GALAU) adalah kunci terakhir sekaligus menjadi the most powerful weapon, senjata paling ampuh untuk membuat
kehidupan kita menjadi lebih bersemangat lagi. Memang sudah fitrahnya, kita
mengingat Tuhan ketika kita sedang lemah, sedang gelisah, sedang berada di
dalam kekalutan jiwa. Saat titik inilah, kita dekat dengan Tuhan. Semakin kita
dekat dengan Tuhan, semakin mesra kita berhubungan dengannya, maka semakin
seringlah kita berkeluh kesah dengannya. Dialah Allah, sang maha Sami’un, yang selalu mendengar doa-doa dan keluh kesah
hambanya, dan dia sudah menjanjikan “Udulni,
astajiblakum”. Berdoalah kamu, berkeluh kesahlah kamu, maka aku akan
mendengar dan menjawab segala keluh kesahmu.
Sayangnya seiring dengan
jawaban keluh kesah tersebut membuat kita menjadi lebih kuat. Dengan kekuatan
itu, semangat itu, kepercayaan diri itu, kita bukanlah lagi menjadi makhluk
yang lemah. Oleh karena itu, sedikit demi sedikit dan perlahan kita mulai
menjauh dan enggan berkeluh kesah dengan Tuhan. Semakin kita jauh dari Tuhan,
maka semakin sedikit pancaran energi yang kita dapatkan, lalu kembali kepada
keadaan yang lemah tidak berdaya kembali. Lalu siklus kembali berulang, kita
mulai membutuhkan Dia kembali, demi mendapatkan kembali pancaran energi.
Muhammad Nursani dalam bukunya Mencari
Mutiara di Dasar Hati membuat sebuah
kutipan yang sangat menyentuh sekali “Sumber kelemahanku adalah kekuatanku,
sementara sumber kekuatanku adalah kelemahanku”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar