Aku termasuk tipe orang
yang suka bersosialisasi. Rasanya aku mampu untuk menghabiskan waktu berjam-jam
seharian untuk berdiskusi dan bercengkrama dengan teman-teman. Pembicaraannya bisa
apa saja, karena topiknya memang bisa kemana aja. Mulai dari membicarakan
sesuatu hal yang super serius hingga sesuatu yang tidak penting sama sekali. Mungkin
aku termasuk kedalam tipe bangsa Indonesia “sejati”. Bangsa yang memiliki daya
tahan yang luar biasa untuk berbicara tentang apa dan dengan siapa saja. Meminjam
istilah orang medan, “berkombur”. Mungkin
istilah itu adalah yang paling tepat (menurut saya) untuk mendeskripsikan
karakter “sejati” bangsa Indonesia yang suka berkombur alias suka ngobrol.
Karena memiliki hobi
yang satu ini (bersosialisasi), maka aku sering dan dengan senang hati mengikuti
kegiatan-kegiatan yang mendatangkan banyak orang. Apakah kegiatan yang diadakan
oleh suatu wadah perkumpulan (organisasi) maupun acara yang digagas dalam
rangka kebersamaan, ya katakanlah acara kumpul-kumpul (reuni) dengan
teman-teman seangkatan. Aku merasa gembira bisa berpartisipasi dalam bentuk
kegiatan itu. Bersosialisasi dengan sahabat, kawan lama dan bukan mustahil
dengan teman baru. Selain itu, saya yakin pasti ada hal-hal positif yang bisa
dipelajari dari bentuk interaksi sosial ini.
Meskipun suka
bersosialisasi, bukan berarti aku akan melibatkan diri dalam semua bentuk
acara. Tentu saja aku harus memilih dan memfilter setiap undangan kegiatan. Aku
harus meyakinkan diri, ada manfaat yang
aku peroleh baik kini atau dikemudian hari atau paling tidak kegiatan itu
bermanfaat untuk lingkungan sekitar maupun pergaulan. Ketika teman-temanku
mengajak touring keluar kota aku
sangat bersemangat untuk turut serta, ajakan bermain futsal kuterima dengan
riang gembira, atau nonton bola. Namun ketika diajak untuk sekedar nongkrong
hanya untuk main truph, main kartu dan sekejenisnya, maka aku akan lebih
memilih untuk tinggal dirumah saja. Kalaupun aku ikut, itu hanya sekedar ngopi
barang sebentar saja dan biasanya aku pamit untuk pulang lebih duluan daripada
kawan-kawan.
Untuk memenuhi kebutuhan
bersosialisasi ini, aku tidak hanya menunggu bola, menunggu ajakan teman untuk
membuat suatu acara. Tidak jarang juga aku yang aktif dan memprovokasi
teman-teman untuk ikut serta dalam suatu kegiatan. Kadang ada yang berhasil,
walau tidak sedikit juga acaranya kemudian batal lantaran tidak ada kawan yang
mau bergabung dalam kegiatan. Adapun kegiatan yang saya sering aktif untuk
menjemput bola adalah kegiatan reunian dengan teman seangkatan, terutama dengan
teman-teman seangkatan sewaktu SMA.
Berbicara mengenai
teman-teman seangkatan sewaktu SMA, aku memiliki dua istilah yang lebih tepat
untuk memanggil mereka. Istilah itu adalah “sahabat dan keluarga”. Kurasa istilah
ini tidaklah berlebihan bila kusematkan kepada mereka. Mereka lebih daripada
pantas untuk mendapatkan label sebagai “sahabat dan keluarga” bagiku. Betapa
tidak, mereka-merekalah yang pada masa itu selalu ada didalam kisah
senang-sedih, bahagia-duka, serta menangis-tertawaku. Pada masa-masa itu, aku
lebih dekat dengan mereka daripada keluarga. Begitu juga dengan mereka, juga
mengalami dan menjalani hal yang sama. Kami adalah anak-anak asrama yang selama
3 tahun menjalani kehidupan secara bersama-sama. Bahkan, salah satu guruku
mengatakan 9 tahun lamanya kami bersama. 3 tahun pagi, 3 tahun siang dan 3 tahun
malam! Itulah waktu yang mau tidak mau, suka tidak suka harus kami jalani
secara bersama-sama.
Sayangnya waktu 3 tahun di
asrama adalah waktu yang teramat singkat untuk dilewati. Sebagaimana adanya
pertemuan, maka diujungnya juga ada perpisahan. Maka hanya perkara waktu saja
yang akan “membenarkan” perpisahan itu. Segera setelah kami tamat dari SMA dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka di titik itulah
perpisahan terjadi. Sebagian teman-teman memilih kuliah di kota Banda Aceh, ada
beberapa teman yang belajar ke tanah Jawa, sementara aku dan Yuli/Zia/Ossa
memillih untuk “berpetualang” di bumi Sumatera Utara.
Meski tidak bisa lagi
menjalani kehidupan secara bersama-sama layaknya anak asrama, bukan berarti
hubungan persahabatan dan kekeluargaan kami berhenti disini. Beruntung, kami
hidup di zaman teknologi IT sehingga komunikasi tetap terjaga antara satu sama
lainnya. Meski tidak lagi seintens dulu, tapi cukuplah itu untuk mengingatkan
akan nostalgia dan cerita yang pernah ada. Sekali-kali, tercetus ide untuk
sekedar kumpul bersama dan reunian untuk kembali merasakan keakraban.
Setidaknya ada tiga kali
aku menggagas dan menggerakkan teman-teman untuk melakukan reunian atau duduk
bersama lalu bercerita. kesempatan pertama itu terjadi ketika di masa kuliah. Aku
yang kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) memiliki jadwal libur yang
lebih cepat daripada teman-teman yang ada di Banda Aceh. Saat itu aku
berkesempatan berlibur di Banda Aceh, maka tak ayal aku mendesak teman-teman
yang ada di Banda Aceh untuk duduk bersama dan ngopi bersama. Alhamdulillah it
worked dan ramai yang datang berkumpul saat itu, sayangnya hanya teman-teman cowok
saja yang berkumpul saat itu. Kesempatan kedua terjadi di bulan Januari tahun
ini, juga mengambil kota Banda Aceh sebagai lokasinya. Aku yang saat itu ada keperluan
seleksi di Banda Aceh, begitu selesai seleksi langsung memborbardir teman-teman
seangkatan di SMA yang ada di Banda Aceh untuk duduk dan ngopi bersama.
Alhamdulillah it worked juga, kali ini juga rame dan tidak ekslusif untuk
teman-teman cowok saja.
Adapun kesempatan yang
ketiga terjadi satu hari yang lalu. Kalau biasanya kami berkumpul di Banda
Aceh, maka kali ini sedikit berbeda. Ini sedikit lebih elit dan ekslusif, hehe.
Kami memilih kota Jakarta sebagai tempat bertemu. Ide tercetus sejak dua minggu
yang lalu, namun karena kesibukan masing-masing akhirnya kami belum bisa
bertemu. Di akhir minggu ketiga aku berada di kota Jakarta, barulah pertemuan
itu terlaksana, tepatnya di hari Sabtu kemarin.
Meskipun kali ini
reuniannya tidak seramai yang biasa, kami hanyalah berlima dari enam orang yang
ada di Jakarta, meski demikian cukuplah untuk melepaskan rasa rindu setelah
sekian lama tidak bertemu. Bahkan ada diantara kami yang terakhir berjumpa
adalah di hari perpisahan kami di SMA, lebih kurang sudah 7 tahun lamanya. Meskipun
sudah terpisah selama 7 tahun, hubungan persahabatan dan kekeluargaan kami
tetap tidak berubah. Kami langsung saling salam dan peluk sesama ketika
berjumpa untuk pertama kalinya. Tanpa ada teks sama sekali, kami kembali
membacakan memori, kenangan dan nostalgia lama dengan sangat fasih dan tanpa
berkurang sama sekali nilainya. Saling menertawakan kelucuan masa lalu, menirukan
gaya guru yang dianggap lucu dan sebagainya. Aku bahagia sekali melewati momen
itu. Pikiranku sejenak melayang-melayang kembali ke masa-masa ketika tinggal di
Asrama. Ah, hidup di asrama dengan teman-teman seperti mereka sungguh Indah.
Namun, sang waktu jualah
yang memisahkan kami kembali. Ari, satu-satunya diantara kami reunian itu yang
sudah berkeluarga pamit duluan dan undur diri. Tidak lupa juga Ari secara
tersirat mengajak kami berempat untuk berlomba mengikuti jalurnya. Untuk segera
berkeluarga, hehe. Hari pun semakin
sore, dan matahari hendak kembali ke peraduannya. Maka segera setelah Ari mengundurkan
diri, kami yang lainya juga kembali. Satu hari memanglah teramat singkat untuk
bercerita, karenanya kami berencana kembali untuk membuat pertemuan serupa
kedepannya. Mudah-mudahan hajat itu kembali terlaksana. Amin.
Untuk menutup cerita,
aku tiba-tiba teringat dengan potongan lirik lagu berjudul “doa perpisahan” yang
dipopulerkan oleh grup nasyid Brother. Lagu ini sering kami nyanyikan
bersama-sama di asrama menjelang pulang kampung dalam rangka libur puasa dan
semesteran. Potongan syair nan menyentuh ini yang membuat kami tetap kuat bahwa
kami bisa saling mendoakan satu sama lainnya.
Pertemuan kita di suatu hari
Menitiskan ukhwah yang sejati
Bersyukurku ke hadirat Ilahi
Di atas jalinan yang suci
Namun kini
perpisahan yang terjadi
Dugaan yang
menimpa diri
Bersabarlah diantara
suratan
Ku tetap
pergi jua
Kan ku utuskan salam ingatanku
Dalam doa kudusku sepanjang waktu
Ya Allah bantulah hambaMu
Mencari hidayah daripadaMu
Dalam mendidikkan kesabaranku
Ya Allah tabahkan hati hambaMu
Di atas perpisahan ini.