Hari itu hari Minggu,
tak kurang dari sebulan aku telah berada di kampungku. Meskipun kota Medan
masih kurindu, namun Tapaktuan selalu di hatiku. Perlu kujelaskan sedikit
kawan, selama di Tapaktuan hatiku susah senang. Senang bisa berkumpul bersama
keluarga. Sebulan penuh menjalani ibadah puasa bersama orang tua. Suatu hal
yang tak pernah kualami sebelumnya, selama aku masih di bumi Sumatera Utara.
Namun, sebagaimana telah kutakan sebelumnya, selama disini hatiku tidak senang
saja, namun juga ada susahnya, terutama bila mengingat jaringan internet yang
hanya ala kadarnya. :)
Ah, tak perlu kurisaukan
perkara itu, yang jelas sudah sebulan waktu berlalu. Meski lebaran ini aku tak
sempat beli baju baru, namun aku banyak berjumpa dengan teman-temanku yang
dulu.
Kawan, ingin aku
mengatakan, bahwa di rumah bakal ada pesta pernikahan pasca lebaran. Eiits,
jangan berkesimpulan dulu, itu bukan pernikahanku, tapi pesta abang kandungku.Bila
tidak ada aral melintang, hajatnya akan dilangsungkan beberapa hari kemudian. Jika
tidak ada halangan bolehlah kawan datang beramai-ramai.
Uroe Thop Kupi &
Peuget Sagon-sagon
Orang
Aceh identik dengan budaya minum kopi. Bagi kami, mungkin kopi tidak lagi
sebatas minuman. Kopi sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial. Dia telah
menjadi ikon, simbol atau bahkan motor dalam kami berkehidupan. Maka tak usah
heran bila disepanjang jalan, di daerah kami banyak warung kopi berdiri
berjejeran.
Boleh-boleh saja kami berkesimpulan, bahwa kopi tak bisa
dipisahkan dari kehidupan. Karenanya pada momen baralek gadang ini, maka kopi juga yang masuk ke dalam bagian
perhitungan. Mengingat nanti bakal banyak tamu yang berdatangan, tentu saja jumlah
kilogram kopi yang dibutuhkan jauh lebih besar dari kebiasaan.
Untuk mengantisipasi
resiko kekurangan kopi di hari pesta, pemilik acara biasanya membuat persiapan
yaitu melalui budaya thop kupi sebelum
hari H. Tak terkecuali dengan
rumahku, juga melakukan hal yang sama yaitu membuat acara thop kupi. Thop kupi disini
diartikan sebagai proses pengolahan bahan baku kopi (biji kopi mentah) menjadi
bubuk kopi yang siap untuk diseduh (bahan utama pembuatan kopi). Pada kegiatan
ini, proses yang terjadi terdiri atas
dua tahapan. Pertama menggonseng biji
kopi sampai berwarna hitam pekat, serta tahap menumbuk biji kopi hingga menjadi
bubuk kopi yang biasanya menggunakan alu dan lesung.
Selain thop kupi, pada hari itu juga mereka
membuat sagon-sagon. Sagon-sagon merupakan sejenis penganan
atau kudapan yang terbuat dari campuran kelapa parut, tepung dan gula pasir. Campuran
tersebut kemudian digonseng hingga warnanya berubah menjadi kecoklatan serta
mengeluarkan aroma yang khas. Kemudian campuran tersebut dibungkus dengan
kertas (biasanya menggunakan kertas koran atau kertas reject) menjadi batangan-batangan dengan panjang 15 cm dan diameter
2 cm. Sebagai sentuhan terakhir, batangan tersebut diberi pita di sekelilingya.
Perlu kuberi tahu kawan, ternyata sagon-sagon
tidak dibuat pada setiap acara. Ia khusus ditujukan untuk pesta pernikahan
saja. Jangan tanyakan apa maksud itu semua, karena sampai tulisan ini dibuat
aku juga masih bertanya-tanya :)
Multi Talented for Multi
Tasking
Sebagaimana
pengalaman-pengalaman sebelumnya, jika setiap acara aku selalu menjadi “tumbalnya”.
Aku menyebutnya demikian bukan karena aku menjadi korban, tetapi lebih karena
ketidakjelasan pekerjaan yang aku lakukan. Sepertinya sudah menjadi nasib si
anak bungsu, selalu menjadi sasaran peluru (baca : yang disuruh-suruh) serta
yang memiliki job desc yang paling
tak menentu. Banyak hal yang mesti dilakukan, mulai dari perkara
undang-mengundang sampai kepada urusan centang perenang. Dari seorang tukang
kukur kelapa, disuruh berkoordinasi dengan organisasi pemuda mengenai teknis
pelaksaanaan acara, jadi tukang antar sana
jemput sini, beli itu beli ini, hingga perkara seorang seksi
dokumentasi. Maka jadilah aku pada hari itu multi
talented man for multi tasking. J
Sejujurnya menjadi
seperti itu sungguh mengasyikkan. Bukan apa-apa, mengerjakan hal seperti itu
benar-benar membutuhkan suatu talenta. Pekerjaan ini tidak hanya mensyaratkan
tenaga yang prima saja, tapi bagaimana kita mampu bergerak cepat dengan mengambil
tindakan yang tepat. Dia juga bisa digunakan melatih daya ingat, karena kita
dituntut bekerja secara simultan, mengerjakan banyak hal dalam waktu bersamaan.
Dia juga bisa untuk melatih emosi dan kesabaran, karena berdasarkan pengalaman,
sering aku menemukan kondisi dimana pekerjaan pertama belum diselesaikan datang
tugas kedua sudah menghadang. Baru hendak melakukan pekerjaan kedua, lalu
datang perintah ketiga, demikian seterusnya. Apa kubilang, kalau pekerjaan ini
sungguh mengasyikkan, selain sifatnya yang menantang dia juga bisa digunakan
untuk melatih emosi dan kesabaran.
Sekedar sharing untuk orang yang kira-kira
sebelas-duabelas dengan posisiku, terutama bagi mereka yang anak bungsu.
Berbahagialah kawan mendapat amanat seperti itu, karena tidak semua orang
mendapat kesempatan itu. Bersyukurlah kita karena dianggap sebagai orang dengan
mobilisasi tinggi, dengan demikian patut diberikan kepercayaan untuk
mengerjakan hal dalam berbagai lini. Ada beberapa saran dariku kawan yang
mungkin bisa dijadikan pelajaran. Pertama, selalu ingat agar kunci kereta
selalu siaga dalam genggaman. Kedua, jaga stamina mengingat pekerjaan yang kita
lakukan itu bisa bermacam rupa. Ketiga, upayakan memiliki catatan agar tidak
ada satu jenis pekerjaanpun yang terlewatkan. Keempat, banyaklah berdo’a agar
apa yang telah kita lakukan sesuai seperti yang diharapkan oleh yang
menugaskannya. :)